Rabu, 07 Desember 2011

10 Kesalahan Orang Tua dalam Mendidi Anak

Orang tua biasanya merasa diri selalu benar. Sehingga karena perasaan tersebut, orang tua menjadi tidak menyadari kalau diri mereka sering berbuat salah. Nah… Sekedar buat introspeksi diri, mari kita mencoba memeriksa batin kita, apa saja kesalahan yang biasa dilakukan oleh orang tua kepada anak, dan kadang tidak kita sadari.

1.Memposisikan anak sebagai miniature orang dewasa
Tidak mudah memang untuk memahami dunia anak-anak. Kadang kita terlalu PD untuk memberikan suatu pekerjaan atau kewajiban kepada anak yang tidak sesuai dengan porsi anak-anak. Misalnya adalah pada saat kita memaksa anak untuk bisa membaca atau menulis. Bagi orang dewasa, menulis dan membaca itu memang mudah, karena tidak banyak mengeluarkan energy. Namun bagi anak-anak, tentu saja kegiatan mebaca atau menulis adalah kegiatan yang melelahkan dan membosankan. Bila buah hati kita memang belum bisa atau belum cukup mampu untuk menulis atau membaca, sebaiknya kita jangan memaksa mereka. Alangkah lebih baik kegiatan tersebut kita ganti dengan kegiatan yang menyenangkan namun mendidik.

2. Membentak atau memarahi tanpa member alasan / motifnya.
Yang namanya anak-anak pasti biasalah berbuat salah. Mereka kan masih butuh banyak belajar dari pengalaman hidup sehari – hari. Sehingga kalau mereka berbuat salah, alangkah lebih bijak bagi kita untuk memakluminya. Namun kadang kita sering lupa, karena kalau yang namanya emosi sudah di ubun-ubun, pasti sangat sulit dari yang namanya marah, dan bahkan kadang sambil membentak, dan mudah-mudahan tidak sampai main tangan. Apakah menurut anda marah kepada anak adalah sesuatu yang efektif dalam mendidik anak? Jawabannya adalah TIDAK. Karena sebenarnya yang mereka butuhkan bukanlah perasaan takut , segan, atau perasaan bersalah saja. Yang mereka butuhkan adalah nasihat yang berguna agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama dan bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi kalau buah hati kita berbuat salah, alangkah lebih baik bagi kita untuk memberikan pengertian kepada mereka dengan baik, dan dengan penuh kasih sayang. Dan apabila kita terlanjur membentak (karena sudah tidak tahan), maka langkah selanjutnya adalah pendekatan kembali kepada anak. Kita berikan mereka alasan kita marah, dan menasihati mereka.

3. Menganggap anak adalah penerus cita-cita orang tua.
Mungkin karena terlalu terobsesi dengan cita-cita yang belum tercapai, banyak orang tua yang menempatkan anak sebagai generasi penerus cita-cita mereka. Sebagai contohnya adalah seorang ayah yang memiliki gelar professor, doctor, MA, MM, MT, BA, dia menuntut anaknya agar memiliki gelar yang lebih banyak lagi. Orang tua seperti ini biasanya merasa dirinya sayang pada anaknya. Karena dia ingin anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik dari dirinya sendiri. Namun bila kita telaah lebih jauh, model orang tua seperti ini biasanya lebih sayang pada dirinya sendiri, karena mereka kadang tidak merasa betapa anaknya merasa tersiksa saat anaknya berusaha untuk memenuhi keinginan orang tuanya. Rasa gengsi yang tertanam di dalam hati sang ayah, membuat sang ayah merasa malu malu bila anaknya tidak bisa menjadi lebih dari dirinya dan menjadi orang yang biasa-biasa saja. Kalau anaknya memang menyukai dan bisa menikmati jalan hidup yang disediakan orang tuanya sih tidak apa-apa, yang berbahaya biasanya bila sang buah hati tidak “sreg” dengan bidang atau jalan yang dipilihkan oleh orang tuanya.

4. Tidak pandai menemukan bakat dan minat anak
Banya orang tua, yang mungkin karena kesibukan mereka, tidak sempet mengenal buah hatinya dari segi bakat dan minta mereka. Mereka biasanya lebih menilai prestasi anak dari nilai raport anak-anaknya. Kalau nilai raportnya baik, maka orang tua akan merasa bangga. Kalau nilai rapornya kurang baik, maka mereka akan kebakarang jenggot. Padahal disamping dilihat dari nilai raport, setiap anak memiliki kemampuan yang unik, yang biasa disebut dengan bakat. Padahal, semakin dini bakat itu diasah, maka bakat tersebut akan menjadi semakin mudah bertumbuh dan akan semakin berguna kelak pada saat mereka dewasa.

5. Membanding-bandingkan dengan saudara kandungnya.
Memiliki teladan yang baik tentu bukanlah hal yang buruk. Apalagi bila sumber teladan tersebut adalah saudaranya kandungnya sendiri. Yang menjadi masalah adalah pada saat kita menganakemaskan salah satu dari mereka. Tentu saja ini akan membawa pengaruh yang tidak baik, terutama pada pihak yang merasa dipandang lebih rendah. Walupun mungkin sang adik lebih cerdas dari kakaknya, jangan sampai kita memperlakukan sang adik menjadi terlalu istimewa dibandingkan dengan sang kakak. Sifat iri yang tumbuh di dalam hati sang kakak, bisa menjadi sebuah dendam yang berlarut dan bisa memicu pertengkaran diantara mereka kelak. So.. meski sang adik lebih cerdas dari sang kakak, alangkah lebih bijaksanya bagi kita untuk tetap memperlakukan mereka secara adil. Bila mereka bertengkar, kita harus bisa menjadi pembawa damai dan menemukan pihak yang bersalah secara adil. Jangan sampai karena dia adalah anak emas, maka dalam berbagai hal dia harus mendapat segala yang baik.

6. Komunikasi yang kurang berjalan baik
Kesibukan orang tua juga biasa menjadi alasan dalam hal ini. Karena sibuk kerja untuk menimbun nafkah, maka orang tua menjadi melupakan betapa pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak. Pada intinya, komunikasi yang baik akan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang biasa ada antara anak dan orang tua. Dan tentu saja hal ini juga untuk mengatasi masalah kecil berkembang menjadi masalah yang besar.

7. Terlalu memanjakan
Saking sayangnya pada anak, kadang orang tua jatuh pada dosa “terlalu memanjakan anak”. Dosa ini bisa membawa akibat yang tidak baik bagi buah hatinya. Misalnya kedewasaan anak menjadi sulit berkembang, mental anak menjadi mudah nge-drop, sulit mandiri, mudah bergantung pada orang lain, dan masih banyak hal yang lain. Contoh yang lain lagi adalah pada saat ada orang tua yang karena terlalu sayangnya pada anak selalu membela anaknya. Sehingga pada saat anaknya ada masalah pada anak yang lain, dia akan membela buah hatinya secara habis-habisan, tanpa bersikap bijaksana dan tanpa peduli apakah anaknya bersalah atau tidak. Bahaya banget neh yang sampai kaya gini,

8. Terlalu banyak larangan.
Saya memiliki teman seorang bunda. Pada waktu itu saya melihat anaknya sedang bermain pasir yang akan digunakan untuk membangun rumah tetangga sebelah. Lalu saya bertanya pada beliau,”Bu… Kenapa anda membiarkan Dinda bermain pasir?” Dengan tenang bunda itu menjawab sambil tertawa,”Yah… Siapa tahu dia berbakat menjadi seorang insinyur pertambangan.” Yups… Itulah salah salah satu contoh sikap bijak dari seorang bunda kepada anaknya. Dia tidak mau bakat anaknya sulit berkembang karena larangan. Bermain pasir memang bisa menimbulkan penyakit, itu bisa terjadi bila sang anak tidak cuci tangan sebelum makan. Jadi kalau sang anak mau mencuci tangan dan kaki, atau bahkan mandi, terutama sebelum mereka makan, apa salahnya?

9. Tidak memahami fase perkembangan pribadi anak
Pola didik anak tentu saja akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan usia anak. Sebagai orang tua kita harus memahami hal ini. Misalnya, kapan anak-anak boleh mengenal facebook, bila anak-anak sudah menggunakannya, kita harus tahu kapan dan sampai kapan kita harus mendampingi mereka. Atau kapan kita membantu anak-anak dalam hal pendidikan di sekolah, dan kapan kita harus bisa melepaskannya agar bisa mandiri. Perkembangan kepribadian tiap anak memang berbeda-beda. Yang pasti anda harus tahu kapan HARUS menjadi PENGENAL, PENDAMPING, PEMBIMBING, dan PENGAMAT. Pengenal adalah pada saat anda mengenalkan pada hal-hal yang baru. Pendamping adalah saat dimana anda harus mendampingi mereka agar bisa meneladani kita. Pembimbing adalah saat dimana kita akan lebih banyak membimbing mereka dengan lebih banyak member nasihat daripada menemani mereka. Dan pengamat adalah saat dimana kita cukup melihat perkembangan mereka dan memberi masukan saat berbuat salah. Yang pasti jangan sampai kita terlalu cuek atau terlalu mem-protek mereka.

10. Bertengkar di depan anak-anak
Ini dia yang sering tidak kita sadari. Bertengkar itu biasa di dalam sebuah kehidupan rumah tangga. Namun berusahalah untuk tidak bertengkar di depan anak-anak. Karena pada saat kita emosi, biasanya akan keluar kata-kata yang belum pantas sidengar anak-anak. Dan dengan bertengkar di depan anak-anak, kita juga mengajarkan anak-anak untuk selalu menyelesaikan masalah dengan cara panas lho...