Minggu, 22 Mei 2011

Gak Mau Kehilangan Dia

semalam tepatnya 1 agustus 2010 aku ribut sama pacarku
tapi dibilang ribut juga gak si, kita hanya adu argumen saja
ini diawali ketika bertemu dengan teman nya sebut saja miss a, sebenernya aku juga ingin menyapa
tapi mata miss a ini langsung berpaling melihat pacarku..
ya memang sih sejujurnya tiap kali aku bertemu dengan dia aku merasa kesal..
seperti anak kecilkah?hahaha
ini karena aku cemburu sama miss a..
hubungan mereka dekat, bahkan aku merasa berada diurutan paling akhir jika dibandingkan dengan miss a..
aku merasa miss lebih update berita soal pacarku, sepertinya ada apapun itu, pacarku selalu cerita sama dia..
aku sempat berfikir, jadi apakah sebenernya posisiku ini buat dia?
apakah salah aku merasa cemburu dengan miss a?
dan pernah suatu ketika ketika kami sedang pergi bareng kesuatu tempat, tentu saja ada miss a itu, aku melihat miss a
menggandeng lengan pacarku, didepan mataku, bisakah dibayangkan saat itu bagaimana perasaanku??
memang mereka teman dari kecil, tapi apakah sepantasnya seperti itu?
seakan akan tidak menghagai aku disitu, tiap kali kami membahas hal ini
dia selalu lebih membela teman2nya..
apakah aku selalu bersalah dimata dia?
apakah sikap dan sifatku sejelek itukah dimata dia??
memang kami blom lama, hanya hampir 1 th kenal, sedangkan dengan temannya dia sudah kenal jauh lama sekali..
dan ucapan nya yang aku sangat ingat jelas, siapa yang akan dia lebih bela..
tentu saja teman2nya yang sudah kenal lama, sedangkan aku siapa, blom lama kenal, dan hanya bagaikan orang asing..
apakah aku berfikiran seperti anak kecil??
ya memang sepertinya aku sangat banyak kekurangan untuk dia, dan dia pun memang mengakui itu..
klo dilihat dari tipikal perempuan yang dia sukai aku tentu saja jauh dari itu semua…
sekarang aku merasa sangat sedih sekali..
ya aku juga menyadari akan kekuranganku itu..
tiba2 teringat, aku sempat komplain akan cara dia berteman dengan miss a..
lalu pacarku bilang dia juga tidak tau sejauh mana klo aku bercanda dengan temanku yang laki2..
karena memang aku lebih banyak teman laki2 ketimbang perempuan..
aku sempat berfikir dan ketawa miris, apakah itu artinya dia masih tidak percaya padaku??
bukan tidak mau membuat dia lebih dekat dengan teman2ku..
akan tetapi jika aku dan teman2ku pergi bermain kebanyakan di waktu weekday, sedangkan dia bekerja..
ya aku memang jarang mengajak dia pergi dengan teman2ku..
karena dia selalu meminta atau menanyakan knapa dia harus ikut..
bahkan waktu aku wisuda pun dia bertanya knapa dia harus ikut dan bertemu dengan kedua orang tuaku…
bukan nya mengharapkan mendapat perlakuan yang sama..
tapi tiap kali jika dia yang mengajakku pergi aku selalu senang dan exicted sekali..
aku tidak bisa melakukan pembelaan diri karena dia trus saja menyudutkanku dengan pernyataan2nya..
ya aku mengerti itu untuk kebaikanku dan agar aku bisa lebih baik lagi..
tapi apakah dia mengetahui bagaimana perasaanku saat itu?
tidak bisakah setelah semua pembicaraan itu terjadi malam tadi, dia mengatakan sesuatu kepadaku?
atau sekedar menenangkan perasaanku..
saat ini aku berada dikantor, dan dengan perasaan sedih menulis ini..
aku tidak tau mau bercerita pada siapa..
semalam aku memamg sudah cerita pada temanku..
tapi aku merasa tetap saja tidak lega..
masih terasa berat..
karena tidak mau kehilangan dia, atau dia melirik pada yang lain..
aku berusaha jadi lebih baik untuk dia…
ya memang itu membuatku jadi lebih baik..
inti dari semuanya aku merasa tertekan tiap kali kami berantem..
selalu berusaha menekan egoku, karena percuma saja tiap kali aku mencoba memberikan alasan
selalu disanggah dan dia tidak mau mendengarkan, dan malah disudutkan dengan berbagai pernyataan dia..
hufffff tolonglah aku, brikanlah saran bagaimana aku harus bersikap..

AKU YANG TELAH KAU SAKITI

dipersemayam telaga biru
kutatap lereng menuruni sisi tebing
adakah engkau di baliknya?
namun tak kunjung kau datang
kini semua takkan pernah sama ketika keprgianmu
menyisakan sebuah kepiluan
betapa aku tak mengerti
cinta yang selama ini ku pertahankan
malah kau luluh lantahkan
kasih……
dimanakah aku harus pergi
membawa sayatan-sayatan kepiluan hatiku
dimanakh harus kubawah
tetes-tetes duka yang kau torehkan dijiwaku
aku tak mengerti mengapa kidung senja
tak lagi menampakkan wajahmu
kasih…
tinggalalah aku disini bermandikan sepi
mengubur cintaku bersama kepiluan bayang-bayang kelam
betapa sakit jiwa ini saat kulihat dirimu
dengan merpati lain……
aku sadar aku hanyalah seekor pipit
yang siap kau hempaskan begitu saja
tapi kumohon hargailah cintaku
karena aku adalah orang yang sangat MENCINTAIMU
meskipun kau telah menorehkan
luka
dan
duka
di hatiku……………..

Allah Mengajarkan Cinta

Pernahkah hatimu merasakan kekuatan mencintai
Kamu tersenyum meski hatimu terluka karena yakin ia milikmu,
Kamu menangis kala bahagia bersama karena yakin ia cintamu
Cinta melukis bahagia, sedih, sakit hati, cemburu, berduka
Dan hatimu tetap diwarnai mencintai, itulah dalamnya cinta

Pernahkah cinta memerahkan hati membutakan mata
Kepekatannya menutup mata hatimu memabukkanmu sesaat di nirwana
Dan kau tak bisa beralih dipeluk merdunya nyanyian bahagia semu
Padahal sesungguhnya hanya kehampaan yang mengisi sisi gelap hatimu
Itulah cinta karena manusia yang dibutakan nafsunya

Cinta adalah pesan agung Allah pada umat manusia
DitulisNya ketika mencipta makhluk-makhlukNYA di atas Arsy
Cinta dengan ketulusan hati mengalahkan amarah
Menuju kepatuhan pengabdian kepada Allah dan Rasulnya
Dan saat pena cinta Allah mewarnai melukis hatimu,
satu jam bersama serasa satu menit saja

Ketika engkau memiliki cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi lentera hati menerangi jalan menuju Illahi
Membawa ketundukan tulus pengabdian kepada Allah dan RasulNya
Namun saat cinta di hatimu dikendalikan dorongan nafsu manusia
Alirannya memekatkan darahmu membutakan mata hati dari kebenaran

Saat kamu merasakan agungnya cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi pembuktian pengabdian cinta tulusmu
Memelukmu dalam ibadah menuju samudra kekal kehidupan tanpa batas
Menjadi media amaliyah dan ketundukan tulus pengabdian kepada Allah
Itulah cinta yang melukis hati mewarnai kebahagiaan hakiki

Agungnya kepatuhan cinta Allah bisa ditemukan dikehidupan alam semesta
Seperti thawafnya gugusan bintang, bulan, bumi dan matahari pada sumbunya
Tak sedetikpun bergeser dari porosnya, keharmonisan berujung pada keabadian
Keharmonisan pada keabadian melalui kekasih yang mencintai
Karena Allah adalah kekasih Zat yang abadi

Cintailah kekasihmu setulusnya maka Allah akan mencintaimu
Karena Allah mengajarkan cinta tulus dan agung
Cinta yang mengalahkan Amarah menebarkan keharmonisan
Seperti ikhlas dan tulusnya cinta Rasul mengabdi pada Illahi
Itulah cinta tertinggi menuju kebahagiaan hakiki

Mengapa Kita Mencintai Allah ?

Dalam kitab al-Mahabbah-nya, Imam Al-Ghazali menulis iftitah dengan hamdalah. Setelah itu, ia menyebutkan:

Fa inna al-mahabbah lillah 'azza wa jalla; hiya al-ghayah al-qushwa min al-maqamat wa dzarwah al-'ulya min al-darajat; fa ma ba'da idrak al-mahabbah maqam illa wa huwa tsamratun min tsamariha wa tabi' min tawabi' iha ka al-syauq wa al-uns wa al-ridha wa akhwatiha; wa laqabl al-mahabbah maqam illa wa huwa muqaddimah min muqaddimatiha ka al-tawbah wa al-shabr wa al-zuhd wa ghayriha wa sa'ir al-maqamat. (Sesungguhnya kecintaan kepada Allah Azza wa jalla adalah tujuan puncak dari seluruh maqam dan kedudukan yang paling tinggi. Karena, setelah diraihnya mahabbah, tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah itu, seperti maqam syauq (kerinduan), uns (kemesraan), ridha, dan lain-lain. Dan tidak ada maqam sebelum mahabbah kecuali pengantar-pengantar kepada mahabbah itu, seperti taubat, sabar, zuhud, dan maqam-maqam yang lain).

Puncak perjalanan keberagamaan kita, menurut al-Ghazali, adalah al-mahabbah, cinta. Kata mahabbah berasal dari kata hubb, yang sebetulnya mempunyai asal kata yang sama dengan habb, yang artinya biji atau inti. Sebagian sufi menyebutkan bahwa hubb adalah awal sekaligus akhir dari perjalanan keberagamaan kita. Mereka juga menyatakan bahwa hubb terdiri dari dua kata, ha dan ba. Huruf ha artinya ruh, dan ba berarti badan. Karena itu, hubb merupakan ruh dan badan dari proses keagamaan kita.

Dalam buku yang ditulis Mir Vali'uddin yang berjudul Love of God (Mencintai Tuhan) disebutkan bahwa Allah, dalam bahasa Arab, berasal dari kata walaha; walaha-yalihu-ilahan. Ketika kata ilah ditambah dengan alif lam sebelumnya, maka ia menjadi Alllah. Jadi, kata Allah berasal dari kata walaha yang artinya keresahan, kecintaan, dan kerinduan yang dirasakan oleh seorang ibu kepada anaknya. Lalu, kata walaha menjadi ilah, yakni sebagai isim maf'ul (sebagai objek yang di …). Jadi, kata ilah berarti "yang dirindukan" atau "yang dicintai". Dalam kerinduan dan kecintaan itu, ada kegelisahan, ada keresahan spiritual. Dalam bahasa Hindu, kata Allah diterjemahkan menjadi man mohan, yang artinya "kecintaan hati".

Cinta Kasih dan Penghambaan Allah

Kalau kita perhatikan ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah yang diungkapkan dalam nama-nama Allah, makna al-Rahman adalah nama Allah yang paling banyak disebut. Ia didampingkan dengan kata Allah. Ketika Allah bercerita tentang 'Asma'ul Husna, al-Rahman dibaca satu napas dengan kata Allah (lihat Q.S. Bani Israil: 110). Dalam Al-Qur'an, sesudah kata Allah, kata yang paling banyak disebut untuk menunjukkan nama Allah adalah al-Rahman. Dan sesudah al-Rahman adalah al-Rahim. Al-Rahman dan al-Rahim berasal dari kata rahima yang artinya menyayangi, mencintai.

Kalau dibuat daftar, maka kebanyakan nama Allah mengungkapkan kasih sayang-Nya. Misalnya kata al-Wadud, dan al-Walud. Al-Wadud berasal dari kata wudd yang artinya "penuh cinta kasih". Sifat ini, oleh Rasulullah, sering dinisbatkan kepada seorang perempuan yang baik. Nama-nama Allah lain yang menunjukkan kasih sayang-Nya adalah al-Wahhab (senang memberikan anugerah); al-Tawwab (senang menyambut orang-orang yang kembali kepada-Nya).

Yang menarik adalah orang yang kembali kepada Allah juga disebut al-Tawwab sehingga al-Tawwab diterjemahkan sebagai "orang yang bertaubat". Dalam Al-Qur'an disebutkan Innallaaha yuhibbu al-tawwabina wa yuhibbu al- utathahhirin. Al-Tawwab adalah nama Allah sekaligus nama hamba yang kembali kepada-Nya.

Dengan begitu al-tawbah diartikan "kembali kepada Allah". Amat sulit jika diterjemahkan dengan taubat saja. Misalnya dalam doa, "Tub'alayna fa innaka anta al-tawwab al-rahim (QS Al-Baqarah : 128). Artinya akan aneh :"Tuhan, bertaubatlah kepadaku. Sungguh Engkau Maha Bertaubat dan Maha Kasih Sayang." Jika kita kembalikan kepada artinya yang asli yakni "kembali" berarti :"Tuhan kembalilah lagi kepadaku. Sungguh Engkau yang paling senang kembali menemui hamba-hamba-Mu, dan Engkau adalah yang Maha Pengasih"

Ada beberapa nama yang selain untuk Allah, juga untuk orang mukmin, untuk kekasih dan pecinta-Nya sekaligus. Kaum sufi menghubungkan hal ini dengan konsep wahdah al-wujud yakni konsep tentang bersatunya sang pecinta dengan yang dicintai. Seperti kata Al-Tawwab tadi, juga kata al-Mukmin, selain merupakan salah satu asma Allah SWT, juga sekaligus nama orang yang beriman kepada-Nya. Jadi banyak nama Tuhan yang sekaligus nama hamba-Nya. Dalam pengertian inilah, banyak orang yang salah paham ketika memahami puisi-puisi Ibn Arabi, misalnya puisi yang berbunyi : "Dia memujiku maka aku memuji-Nya dan Dia menyembahku maka aku menyembah-Nya" .Puisi ini sering dikutip untuk menunjukkan kekafiran Ibn Arabi. Padahal kalau dimaknai, puisi itu berbunyi, "Tuhan kau mengabdi kepadaku, akupun mengabdi kepada-Mu." Karena besarnya kasih sayang-Nya, maka sepanjang hidup kita, Dia mengabdi kepada kita dan melayani keperluan kita, seakan-akan Dia tidak mempunyai hamba selain kita. Dalam sebuah doa ahlul bait disebutkan:

"Tuhan Kau penuhi segala keperluanku, Kau berkhidmat kepadaku, seakan-akan Kau tidak mempunyai hamba selain aku. Tapi aku menyembah-Mu seakan-akan Ada Tuhan selain Engkau"

Tuhan berkhidmat kepada kita, seakan-akan tidak ada lagi hamba yang diurus kecuali kita padahal kita menyembah-Nya seakan-akan ada Tuhan selain Dia. Itu berarti Tuhan menghamba kepada kita. Malah penghambaan Tuhan kepada kita jauh lebih besar dari penghambaan kita kepada-Nya, karena Dialah yang mengasihi dan melayani seluruh kebutuhan kita

Senin, 16 Mei 2011

HATI SEORANG IBU

“HANYA DUA PILIHAN, Nak,“ katanya dengan suara tertahan, “tetap menjadi istrinya kalau kau masih mencintai dan tahan menghadapinya, atau cerai kalau sudah tidak kuat lagi. Sedang kami semua akan menerimamu walau bagaimanapun jua,“ suaranya tersekat di kerongkongan. Telepon digenggamnya erat. Telinganya merapat di situ.

Dan sebelum putrinya bersuara lagi, ia telah pula meneruskan:

“Cerai adalah perbuatan halal walau dibenci Allah, Nak. Sesuatu yang diperbolehkan, demi menjaga manusia dari bencana yang lebih buruk.“

TAPI SERENTAK ITU, dada yang bergemuruh, jantung yang berdebar, membuat tubuhnya terasa lemas. Mata berkunang-kunang. Keringat dingin menyerbu. Pening di kepala langsung menyerang. Gagang telepon semakin erat dicengkeramnya.

“Saya bingung Bu. Khawatir, takut dan cemas,“ suara di telepon terdengar cemas, bingung, kacau dan serak.

“Tapi kau tetap harus memiliki pilihan, Nak,“ katanya.

Nada itu di tekannya kuat-kuat, sekuat tubuh yang di jaga dan ditahannya untuk tidak jatuh. Biar bisa berdiri tegar menerima telepon, dan kabar dari putrinya yang datang tiba-tiba, seperti halilintar menggelegar di terik siang hari.

“Kalau pilih pulang, bagaimana anak-anak, Bu?“ suara putrinya seperti tersedak di tenggorokan. Serak dan parau.

“Pasrahkan kepada Allah, Nak. Tawakal. Allah sebaik-baik pemelihara.“

“Apakah saya mampu Bu, bisa?“

“Semua manusia diuji Nak. Bukan kau saja.“

Suara tangis tersedan putrinya, terdengar lewat telepon.
Hatinya tersayat.

Sejenak, sebagai ibu, jiwanya memberontak.

“Ya Tuhan, kenapa mesti anakku? Bagian hidup yang teramat kusayangi?“ ucapnya lirih.

TANGIS TERSEDAN, kembali sesegukan. Kencang terdengar lewat telepon. Hatinya tergores, lebih tajam dari sayatan pisau. Sakit dan pedih.

Genggaman di telepon semakin kuat dicengkeramnya. Keringat dingin yang menyerbu, merambas ke alat penghubung komunikasi itu. Basah dan licin terasa di telapak dan jari-jari tangannya.

TETAPI TIDAK, ia adalah seorang ibu. Harus kuat, tabah dan bijaksana menghadapi permasalahan. Memberi kekuatan kesabaran dan ketabahan bagi seorang anak, dalam cobaan dan ujian yang menimpanya.

Maka katanya:

“Goda, coba dan uji, adalah hakekat hidup Nak. Ambil hikmahnya. Karena ia tidak selalu buruk buat kita, malah kadang baik. Kita tidak tahu, tapi Allah Maha Mengetahui. Nah berhentilah menangis. Kembali melihat dalam sudut pandang yang baik. Bersifat positiflah. Istighfar.“

Tangisan sedikit mereda. Sesegukan menghilang. Sedan masih tersisa.

“Jadi, apa yang mesti saya lakukan Bu?“ tanya suara dalam telepon lagi. Serak dan parau.

“Semua kembali padamu, Nak. Kau harus bisa mengambil keputusan, tanpa harus bergantung pada Ibu. Hati nuranimu sendiri yang merasa dan memutuskan.“

Putrinya terdiam. Tiada suara terdengar di telepon. Hanya sedan itu saja. Mungkin bingung dan galau. Kacau.
Hingga akhirnya ibunya berkata lagi:

“Kau masih mencintainya, Nak?“
Tangis sedan tertahan pula.
“Iya, Bu,“ jawab putrinya lemah. Menganggukkan kepala.

Ibu itu menarik nafas. Dadanya terasa penuh. Hatinya berseru:

“Ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, tolonglah ia, putriku. Berilah kekuatan ketabahan dan kesabaran padanya,” pintanya tulus. Setulus hati seorang ibu dalam panjatan doa, yang hanya di sampaikan dan dipohonkan kepada Tuhannya semata, bilamana anaknya mengalami kesulitan dan musibah.

Serentak itu mulutnya pun berkomat-kamit membaca puji-pujian kepada Allah., disertai shalawat pada RasulNya Saw..

Ingatannya kembali pada pengakuan putrinya.

Ternyata putriku masih mencintainya. Mengkhawatirkan anak-anaknya. Maka tak ada jalan lain, ia mesti bersabar,“ pikirnya dalam benak.

Maka katanya lagi:

“Tidakkah tadi sudah kukatakan Nak, kedudukan mulia hanyalah bersama Allah? Karena itu bersabarlah. Orang-orang yang sabar, bersama Allah. Kau mau bukan, mendapat kedudukan bersama Allah?”

“Tentu Bu. Aku mau. Aku mau.“

“Nah, hentikanlah tangis dan segukmu itu. Kau sudah akan mulai bersama Allah. Tetaplah dalam sabar. Perkuatlah. Insya Allah akan dibantu. Berjuanglah. Karena orang-orang yang sabar selalu berjuang menahan dan melawan hawa nafsunya. Juga godaan dan bujuk rayu setan,“ ujarnya pula.

Tangis di telepon tak terdengar lagi. Sama sekali terhenti.

(Cuplikan Cerita Pendek: “Ibu”, dari kumpulan Cerita Pendek, Serial Gender,: “Malam Ini Tak Ada Cinta”, Fatma Elly, Establitz, 2006)

__________________________
_____________________________________________

TERLIHAT JELAS, gambaran hati seorang ibu, di dalam melihat permasalahan yang menimpa. Antara hawa nafsu marah atas kejadian terhadap sang putri tersayang, dan kebijaksanaan seorang ibu dalam menanggapi pengaduan anak.

Betapa perih, sedih, sakit, pilu, hati sang ibu mendengar ini, kabar putri yang disayangi, berkelakuan baik dan mencintai suami, ternyata telah di poligami. Sang menantu telah berbagi cinta dengan perempuan lain!

TETAPI, IA ADALAH SEORANG IBU. Hamba Allah yang harus berbakti kepada TuhanNya. Percaya kepada takdir. Menerima, rida, ikhlas, terhadap segala ketentuan dan aturan-Nya. Termasuk permasalahan telah menikahnya sang menantu untuk yang kedua kali. Melakukan poligami, dan membuat putrinya menangis. Mengadukan kesedihan dan penderitaannya.

SATU HAL yang sekarang ini masih ramai dibicarakan orang, diperdebatkan, dipertentangkan, dan bersifat ‘controversial’, adalah masalah poligami.

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS 4:3)

“Dan tidaklah kamu sanggup berlaku adil kepada istri-istrimu sekalipun kamu sangat menghendakinya. Karena itu janganlah kamu miring-semiringnya kepada salah seorang istrimu, sedangkan yang lain kau biarkan ibarat barang tergantung.“ (QS 4:129)

MELIHAT KENYATAAN di atas, ibu itu berfikir:

“Jika menantunya bisa berlaku adil dalam masalah poligami ini, mencontoh RasulNya SAW., ia akan selamat. Namun kalau tidak, menuruti hawa nafsu dan keinginan setan, maka ia akan datang di hari kiamat dengan tubuh yang miring. Dan menanggung akibat dosa”.

Dan ia ingat suatu Hadist. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda:

“Barang siapa punya dua istri lalu memberatkan salah satunya, maka ia akan datang di hari kiamat nanti, dengan bahunya miring.“ (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’iy dan Ibnu Majah)

Oleh karena itu, pikir si ibu lagi:

“Jika seseorang lelaki atau menantunya itu, melakukan poligami, sementara persyaratan keadilan tidak bisa dilakukan, dan contoh Rasul SAW. tidak diikuti, akan membawa kesusahan bagi mereka yang melakukannya. Mendatangkan musibah pada istri, anak-anak, keluarga, dan dirinya sendiri sebagai seorang lelaki atau suami.”

Apalagi jika tidak mengenal, tidak mengetahui, dan tidak memahami ajaran agama. Karena nilai keikhlasan seperti pengertian dan kebijakan, tentunya tidak akan hadir di antara mereka.
Dan kalau sudah demikian, bencana akan menganga, bagaikan ular membuka mulut, menerkam dan memagut leher korbannya, dengan kuat dan ganas!

POLIGAMI sendiri, datang bukan tanpa sebab. Ada beberapa kriteria untuk itu.

Ia adalah pembatasan yang dilakukan terhadap kebiasaan dan kelakuan masa dulu. Baik di Timur atapun di Barat. Di mana para lelaki banyak memiliki istri, hingga ratusan, juga selir atau wanita piaraan. Istri tak sah. Bini tak resmi.

LALU ISLAM DATANG, membatasi. Diperbolehkan sampai empat saja. Itupun kalau bisa berlaku adil. Jadi Islam tidak semena-mena memperkenankan poligami.

SEJARAH MENCATAT, banyak terjadi ’peperangan’ yang menyebabkan kaum lelaki tewas terbunuh. Akibatnya banyak janda dan anak yatim. Kaum ibu atau keluarga yang kehilangan tulang punggung perekonomian. Yang terlantar dan menderita kemiskinan. Tidak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, juga pendidikan. Untuk itu, salah satu solusinya adalah menikahi. Agar masalah sosial, ekonomi, pendidikan dan psikologis ini, sedikit banyak bisa teratasi.

KEBUTUHAN AKAN PERNIKAHAN juga merupakan kriteria lainnya. Secara fitrah, manusia membutuhkan itu. Apalagi dalam peperangan banyak lelaki terbunuh, dan perempuan tiada teman pendamping. Mereka membutuhkan suami. Kepala keluarga, untuk memberikan ketenteraman, pengayoman, kasih sayang dan cinta.

SEPERTI SEKARANG INI, antara perempuan dan lelaki, kan tidak sebanding? Perempuan lebih banyak, lelaki sedikit. Tentunya poligami ditolerir demi mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Baik dari sudut kesehatan badan, jiwa, pikiran, keamanan, ketertiban dan penyelewengan-penyelewengan. Misalnya dekadensi moral. Kejahatan, dan banyak lagi hal lainnya yang bersifat merusak dan mebawa bencana.

TERMASUK PENYEBAB dibolehkannya poligami, juga adanya kebutuhan akan seks dan keturunan. Misal istri sakit, mandul, menstruasi, habis melahirkan, keadaan darurat atau terpaksa lainnya, sedang fitrah diri seorang lelaki menuntut itu.

KWALITAS orang beriman yang bisa menahan gejolak hawa nafsu, termasuk seksual, dengan melakukan puasa, olah raga, kerja, pokoknya macam-macam ibadahlah, patut dipuji. Tapi kondisi orang seperti itu, sedikit sekali. Tidak umum. Dan bukan merupakan tolok ukur.
Sementara yang umum, fitrah seksual mereka tetap menuntut. Tak bisa hilang.

DALAM KONDISI DEMIKIAN, sangatlah sulit bagi individual tertentu, untuk dapat menahannya. Karena tagihan ke arah itu tidak sama pada setiap orang. Maka apabila hukum secara tegas melarang, tidak boleh poligami atau kawin lagi, tidak fleksibel, luwes, alias harus beristri satu, maka dampaknya akan sangat berbahaya.

SEBAB, mereka akan tetap mencari dan mendapatkan. Apalagi bagi lelaki yang tidak terikat iman dan agama, mereka tak lihat dan tak pandang, apakah itu pelacur, perempuan sewaan, sama-sama lelaki, zinah tangan, masturbasi, onani, dan sebagainya.

DAN TERJADILAH seperti apa yang sering kita lihat. Perzinahan, kumpul kebo, prostitusi, free sex, pokoknya macam-macam. Yang akhirnya menimbulkan bencana bagi manusia. Tidak hanya bersifat individual, tapi juga sosial. Baik dilihat dari sudut kesehatan jiwa dan fisik. Jasmani rohani, maupun keamanan dan ketertiban. Kedamaian dan ketenteraman.

Efek dan dampak ini akan berimbas ke mana-mana. Penyakit kelamin, gonorchoe, HIV/AIDS, dekadensi moral, anak-anak haram yang terlantar, perempuan-perempuan yang menderita, pembunuhan dan kekerasan, pokoknya berbagai kejahatan dan kemungkaran, yang akhirnya membawa ketidakdamaian dan ketidaktenteraman masyarakat.

SELAIN ITU, poligami juga diperlukan demi kepentingan umat. Umat yang banyak dan sumber daya manusia yang berkualitas, tentu sangat dibutuhkan.

Berkata Rasulullah SAW.: “Kawinilah olehmu sekalian wanita-wanita yang banyak melahirkan anak dan penuh kecintaan. Karena sesungguhnya aku ingin mempunyai banyak umat dengan kamu sekalian. (HR. Abu Daud, An-Nasa’I dan Al-Hakim)

UMAT YANG BANYAK dan sumber daya manusia yang berkualitas, tentu sangat dibutuhkan. Apalagi Barat dengan PBB, lewat konferensi-konferensi yang diadakannya, melakukan rekayasa demografis melalui penggalakan keluarga berencana di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Dan menurut Anwar Al-Jundi, digencarkannya ketimpangan demografis sebagai ancaman terhadap keamanan dan kesejahteraan dunia, sebuah rekayasa untuk mengurangi pertambahan penduduk kaum muslimin.

DI SATU SISI umat Islam ditekan dan dikendalikan jumlah dan pertambahan penduduknya, sementara di sisi lain mereka melakukan aksi penambahan penduduknya sendiri lewat rangsangan, agar memperbanyak jumlah anak.

Suatu rekayasa yang dilakukan dalam strategi penguasaan terhadap negeri-negeri muslim, yang kalau jumlah penduduknya besar, bakal jadi satu kekuatan yang akan menyulitkan dan membahayakan mereka.

Keluarga dengan satu istri saja masih dibatasi dengan aktifitas politik keluarga berencana, apalagi poligami!

Jadi begitulah, poligami adalah salah satu unsur untuk memperkuat umat Islam.

SELAIN ITU, ISTRI YANG SEJALAN, secita-cita dan sepemikiran, tentunya sangat sekali dibutuhkan dan diutamakan bagi perkembangan dakwah. Di samping menjaga dan melindungi mereka yang aktifitas dakwahnya sangat potensial, tapi kehilangan suami karena meninggaldunia, misalnya. Atau lainnya. Sedang kelancaran dakwah adalah suatu prioritas. Menjalin ukhuwwah, mempererat hubungan di atas strategi dakwah, baik politik, ekonomi, sosial dan sebagainya, adalah hal yang penting dan utama.

Rasulullah SAW. saja misalnya memberikan contoh; ketika beliau menikahi Aisyah ra. dan Hafsah ra., dimaksudkan untuk memperkokoh hubungan ukhuwwah di antara tokoh-tokoh Abu Bakar Siddiq. dan Umar bin Khathab., yang merupakan ayah dari ummul mukminin tersebut.

Begitu pula ketika menikahi Ummu Salamah Al-Makhzumiyah, putri pemimpin Bani Makhzum yang ikut hijrah ke Habasyah dan Madinah dan suaminya syahid; apakah setelah mempertaruhkan dirinya untuk Islam, lalu ia dibiarkan saja menjanda sendirian? Tentunya tidak bukan? Ia butuh perlindungan dan pendamping.

Begitupun ketika beliau menikahi Ramlah. Selain untuk menjaga dan memelihara keimanan dan diri Ramlah, karena suaminya murtad dan mati dalam keadaan kafir, juga untuk memberi ‘kesan tersendiri dalam jiwa Abu Sufyan’, musuh besarnya yang notabene adalah ayahnya Romlah.

Begitupula ketika mengawini Juwairiyah binti Al-Harits, putri pemimpin kaumnya yang mempunyai kedudukan tinggi di kalangan Arab, hal yang sama dilakukan Rasul.

Dan ketika mengawini Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, putri penguasa Yahudi yang suaminya meninggal, selain untuk kepentingan politik, juga untuk contoh memuliakan suatu kaum. Sekaligus kasih sayang, dan jangan sampai dendam oleh kematian saudara dan ayahnya itu.

POKOKNYA, SETIAP PERKAWINAN yang dilakukan Rasulullah SAW., mengandung maslahat dan hikmah serta misi kemanusiaan yang tinggi.

JADI, bila hukum secara tegas melarang poligami, masyarakat akan rugi dan susah. Termasuk terhadap perempuan juga. Apakah gadis, istri, ibu, saudara, yah semua akan mendapat imbas dampaknya yang buruk dan merusak.

KADANGKALA PEREMPUAN suka iri dan menyanggah, dalam hal poligami ini dan bertanya:

”Bagaimana jika perempuan, yang mempunyai keinginan dan selera yang sama dalam masalah seksual, sebagaimana manusia lelaki pada laiknya, lalu diberi status hukum, dengan legalisasi berpoliandri atau bersuami lebih dari satu, apakah kira-kira kebaikannya lebih banyak daripada keburukannya?

ZAMAN PURBAKALA, poliandri pernah terjadi. Perempuan bersuami lebih dari satu. Ternyata masyarakat dan keadaan menjadi runyam dan kacau. Anak diragukan bapaknya. Bingung menentukan hak waris. Keributan, perkelahian, bahkan pembunuhan sering terjadi. Baik karena faktor kecemburuan, curiga, prasangka, egois, keserakahan ataupun harga dan kehormatan diri.

”Kedua hal tersebut, poligami dan poliandri, mempunyai dampak dan imbas yang sama. Seperti sekarang, apakah poligami menjamin ketenangan dan ketentraman? Keadilan dan kebahagiaan?” Orang suka bertanya. Apalagi perempuan barangkali.

KALAU KITA HANYA bercermin pada kehidupan masa kini, di mana penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai dan ajaran Islam, banyak terjadi, orang tidak memperaktekkan ajaran agama secara baik dan benar, apa yang digambarkan itu, memang suatu realitas yang tidak bisa dipungkiri.

NAMUN, satu hal yang harus diingat, bila ajaran, peraturan, atau perintah Allah itu dilaksanakan dan dilakukan hamba-Nya, dengan ketaatan mencontoh Rasul-Nya SAW., maka hal-hal seperti itu tak akan terjadi. Malah kedamaian dan ketenteramanlah yang mengejawantah.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:208)

DAN LAGI, satu hal yang harus kita cermati, berlaku adil sebagai persyaratan poligami, bukanlah hal yang mudah.

Jika seseorang ingin berpoligami, tidak boleh seenaknya saja. Islam agama preventif. Mencegah dan mengantisipasi suatu keadaan yang tidak diinginkan, yang mungkin saja membahayakan. Poligami, salah satu cara untuk itu. Bentuk tindakan preventif bilamana menemukan hal-hal yang seperti itu.

Sementara, kalau perempuan diberi legalisasi seperti lelaki, dengan melakukan poliandri misalnya, tentu dampaknya lebih membahayakan dan mengacaukan. Ketimbang ketenteraman yang dituju dan diinginkan untuk masyarakat umum.

Maka legalisasi semacam itu, tak ada di dalam Islam. Sedang hak-hak perempuan, Islam mengaturnya dalam bentuk aturan-aturan. Kewajiban terhadap istri tetap harus dilakukan. Tanggung jawab sebagai seorang suami dalam masalah nafkah lahir batin, harus diperhatikan. Tidak gegabah begitu saja. Ada sanksinya. Dan kalau sekiranya mereka masih melanggarnya, ada hak talak bagi perempuan.

Ia bisa bercerai untuk mendapatkan kebebasan dan kebahagiaannya. Walau cerai itu perbuatan halal yang dibenci Allah. Makanya, segala fenomena atau gejala permasalahan harus benar-benar diantisipasi sebelumnya. Harus ada pemahaman, pengertian, kesadaran dan keikhlasan. Yang terpenting; bagaimana seseorang itu harus memurnikan ketaatan kepada-Nya, di dalam mengikuti perintah Allah dan beragama.

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan agama dengan lurus), dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS 98:5)

CERITA PENDEK di atas, meski menggambarkan, betapa hati si ibu merasa sedih, pedih dan pilu, melihat dan mengetahui putrinya yang baik itu di poligami, namun ia sebagai ibu yang bijak, tetap menasihati. Supaya putrinya tetap bersabar. Bahkan memperkuat kesabarannya sebagaimana yang telah Allah firmankan:

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersikap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS 3:200)


PATUT DAN LAYAK serta pantaslah, kalau seorang sahabat bertanya:

“Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memproleh pelayanan dan persahabatanku? Nabi SAW. menjawab: “Ibumu.. ibumu.. ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu.“ (HR Mutaffak ‘Alaih)

TERNYATA, ibu memang luar biasa! Ditinggikan martabatnya karena kemuliaan kedudukannya. Hingga ia diberi kehormatan, tiga kali melebihi sang ayah!

Dan bersabdalah Rasul SAW.: ”Surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu.“ (HR. Ahmad)

MEMANG, HATI SEORANG IBU, BAK MUTIARA yang tak pernah pudar dari keaslian hakikat yang dimilikinya, yang akan selalu memancarkan perhatian dan kasih sayang terhadap anak-anaknya, sepanjang masa!


WALLAHU A’LAM.

(andrea fahrawi)